Semarang Peringati 10 Tahun Munir
SEJAK 2005, aktifis hak asasi manusia (HAM) di Indonesia mencanangkan 7 September sebagai Hari Pembela HAM. Penetapan tanggal itu jelas bukan sembarangan. Sebab pada 7 September, setahun sebelumnya, seorang pembela HAM paling penting Indonesia dibunuh.
Munir Said Thalib, Direktur Eksekutif Lembaga Pemantau Hak Asasi Manusia Indonesia Imparsial, meninggal di dalam pesawat Garuda Indonesia GA 974 jurusan ke Amsterdam. Pria keturunan arab, kelahiran Malang, 8 Desember 1965 ini sejatinya sedang dalam perjalanan k Belanda demi melanjutkan studi S2 bidang hukum humaniter di Universitas Utrecht. Tapi racun arsenik yang dicampurkan dalam jus jeruk di pesawat, mengakhiri hidupnya pada usia 38 tahun.
Pada 20 Desember 2005 Pollycarpus Budihari Priyanto dijatuhi vonis 14 tahun hukuman penjara atas pembunuhan terhadap Munir. Hakim menyatakan bahwa Pollycarpus, seorang pilot Garuda yang sedang cuti, menaruh arsenik di makanan Munir, karena dia ingin mendiamkan pengkritik pemerintah tersebut. Hakim Cicut Sutiarso menyatakan bahwa sebelum pembunuhan Pollycarpus menerima beberapa panggilan telepon dari sebuah telepon yang terdaftar oleh agen intelijen senior, tetapi tidak menjelaskan lebih lanjut. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga membentuk tim investigasi independen, namun hasil penyelidikan tim tersebut tidak pernah diterbitkan ke publik.
Pada 19 Juni 2008, Mantan Danjen Kopassus dan Deputi Badan Intelijen Nasional (BIN) Mayjen (purn) Muchdi Pr, yang kebetulan juga orang dekat Prabowo Subianto dan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra saat itu, ditangkap dengan dugaan kuat bahwa dia adalah otak pembunuhan Munir. Beragam bukti kuat dan kesaksian mengarah padanya.Namun, pada 31 Desember 2008, Majelis hakim PengadilanNegeri Jakarta Selatan memvonisMuchdi bebas murni dari segala dakwaan.
Sekarang 10 tahun sejak Munir dimakamkan di Taman Pemakaman Umum Kota Batu, kasusnya tak juga tuntas. Siapa (saja kah) otak pembunuhannya dan apa motifnya? Kegagalan pemerintah menuntaskan kasus ini menambah panjang daftar kasus-kasus pelanggaran HAM beratdan membuktikan bahwa masih ada ancaman nyata bagi pejuang HAM di negeri ini.
Memperingati masa 10 tahun ketidakjelasan ini, sejumlah elemen yang tergabung dalam Koalisi Semarang untuk Munir menggelar Pekan Peringatan 10 Tahun Kematian Munir. Acara yang dimulai Minggu (7/9) hingga Kamis (11/9) ini didukung puluhan lembaga lintas disiplin. Dari komunitas, LSM, mahasiswa, pekerja seni, dan kelompok masyarakat umum.
Menurut Ketua Panitia Rukardi, Peringatan ini berawal dari niat sederhana, yakni agar Munir tak terlupa. Suara menuntut pemerintah menuntaskan kasus Munir harus terus diteriakkan dalam berbagai kesempatan. “Pergantian tampuk kepemimpinan bangsa ini dari SBY ke Joko Widodo harus jadi momentum untuk membongkar berbagai kasus-kasus pelanggaran HAM berat. Jangan sampai kelamnya sejarah membebani langkah negeri ini melangkah ke depan,” kata aktifis sejarah Semarang sekaligus Pemimpin Redaksi Tabloid Cempaka ini.
Ada enam tuntutan yang Koalisi ini kejar kepada pemerintah, yakni;
1. Menuntut presiden joko widodo untuk melanjutkan dan menuntaskan kasus munir
2. Menuntut presiden joko widodo untuk membentuk tim pencari fakta terkait widji tukul dan 13 aktivis 1998
3. Bubarkan ormas radikal yang mengancam kerukunan beragama di Indonesia
4. Menuntut gubernur Ganjar Pranowo untuk mendukung penyelesaian kasus HAM di Jawa Tengah
5. Menuntut pemerintah untuk menyusun lagi peraturan perundangan tentang KKR (komisi kebenaran dan Rekonsiliasi)
Koalisi Semarang untuk Munir:
Komunitas Pegiat Sejarah Semarang (KPS), SatjiptoRahardjo Institute (SRI), Sekolah Tan Malaka, StuidoKiri, TIMIKI, Semarang Cartoon Club (SECAC), RumahKartun Indonesia, Rumah Buku Simpul Semarang, Sobokartti, DPC Permahi Semarang, Historia, LBH Semarang, DPM Unwahas, PMII Unwahas, Komunitas Diskusi Payung Exsara Unnes, DPC GMNI Semarang, BEM FH Undip, PMII Undip, PMII Unnes, KP2KKN Jateng, Rumah Buku Ngaliyan, eLSA, Lingkar Belajar Demokrasi Semarang, The Indonesia Heritage Institute (TIHI), Aji Kota Semarang, Teater Emka, Teater Gema, Teater Tikar, Teater Temis, Roda Gila dan Kerlab Kerlip Bersaudara, Teater Beta, TeaterAsa, Swaranabya, Belantara, Babahe feat Tim Iki, Serat Semar, Teater Kandri, Stand Up Comedy Kota Semarang (SUCKS).
Indonesia sudah menjadi negara demokrasi namun tak sepenuhnya ada kebebasan dalam bersuara. semoga kasus pelanggaran2 HAM di Indonesia bisa terkuak semuanya termasuk pembunuhan terhadap aktivis HAM kita, Munir ..