Menelusuri Jejak Gendruwo

Foto Lawang Sewu Semarang
Gedung Baru Lawang Sewu Semarang, masuk dalam tayangan I Wouldn’t go There di National Geographic.

Mengapa orang takut kepada setan? Program dokumenter “I wouldn’t Go There” yang dibuat National Geographic mencari jawaban hingga ke Lawang Sewu Semarang, Jawa Tengah.

Seribu Pintu Lawang Sewu LorongReputasi Lawang Sewu sebagai bangunan yang dihuni aneka demit, hantu dan sejenisnya menarik perhatian Robert Joe, pembawa acara I Wouldn’t Go There di jaringan televisi National Geographic itu datang ke Lawang Sewu untuk melihat langsung gedung tua peninggalan Belanda itu. Sayangnya otoritas tidak mengijinkannya masuk sehingga ia hanya bisa berbicara dengan orang orang yang mengaku pernah bertemu hantu hantu di Lawang Sewu.

Dari mereka Joe memperoleh banyak cerita seram. Ada yang bilang, bangunan itu dihuni 41 jenis hantu hantuan mulai dari genderuwo, pocong, hingga kuntilanak londo berwajah muram. Namun ia tampaknya lebih tertarik dengan cerita soal tragedi yang pernah terjadi di gedung bekas kantor Perusahaan Perkeretaapian Belanda atau Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappi yang dibangun pada 1904-1919 itu. Syahdan, di masa pendudukan Belanda, ruang bawah tanah Lawang Sewu yang dipakai untuk menahan orang Indonesia yang menentang kekuasaan Belanda.

Ketika Jepang menyingkirkan Belanda dari Indonesia, giliran para serdadu dan warga sipil belanda yang ditahan di ruangan itu. Sebagian dari mereka tewas di sana lantaran sakit dan kelaparan. Tragedi lebih besar terjdi di seluruh kota Semarng ketika para pejuang Indonesia bertempur dengan Jepang. Setidaknya diperkirakan 1.000 pejuang Indonesia tewas dalam pertempuran itu. Joe menganalisis fakta fakta sejarah yang ia dapatkan. Kemudian ia menghubungkannya dengan kultur orang Jawa yang mistis dan percaya dunia gaib.

Pendekatan seperti itu ia gunakan juga untuk menelusuri jejak hantu di beberapa tempat di Asia. Dalam sebuah episode mengenai hantu hantu di Clark Air Base Hospital di Pampanga, Filipina, Joe menelusuri “jejak dedemit” dari peristiwa perang yang memilukan di Filipina. Ternyata rumah sakit itu menjadi tempat ribuan tentara meregang nyawa.

Orang tidak mau membicarakan, apalagi mengunjungi, rumah sakit yang menyimpan jejak peristiwa traumatis itu. Semakin lama rumah sakit itupun semakin tak terawat sehingga tampak menyeramkan. Maka, jadilah rumah sakit itu menjadi “Rumah Hantu”.

Analis dan Skeptis
Hantu sejak lama menjadi bintang dalam industri hiburan. Di film film barat, hntu muncul dalam bentuk drakula yang berjas dan tinggal di kastil. Di film Indonesia, hantu muncul dalam wujud gendruwo, sundel bolong, dan kuntilanak yang bertempat tinggal di kuburan dan pohon besar. Sementara itu, di film film china, hantu muncul dalam bentuk setan yang jalannya melompat lompat dengan tangan lurus ke muka.

Pada umumnya, film, sinetron atau reality show tentang hantu dibuat untuk memberikan efek menakutkan sekaligus menghibur pemirsa. Karena itu penampakan para hantu itu menjadi sangat penting. Tengoklah acara reality show Pemburu Hantu dan Uji Nyali yang terobsesi menangkap sosok hantu dengan kamera. Untuk menegaskan kepada pemirsa bahwa bayangan atau wujud yang mereka tayangkan benar benar hantu, pembuat acara sampai menuliskan keterangan bahwa gambar tersebut bukan rekayasa kamera.

Di acara I Wouldn’t go There, penampakan hantu menjadi tidak penting. Pasalnya, pembuat acara itu justru bersikap skeptis terhadap keberadaan aneka hantu dan dedemit. Sebuah sikap khas kebanyakan orang barat.

Simaklah pertanyaan yang selalu diajukan Joe di awal episode “I Wouldn’t Go There“, “Mengapa banyak orang percaya kepada hantu hantu yang menghuni tempat tempat tertentu?” pertanyaan itu ia jawab dengan menganalisis tempat tempat nan seram dengan perspektif sejarah, antropologi dan budaya. Hasilnya selalu sama, yakni di semua tempat tempat yang dianggap seram pernah terjadi tragedi besar.

Dengan pisau analisis ilmu sejarah, antropologi dan budaya, Joe bisa dengan tegas membuat kesimpulan bahwa “hantu hantu belum tentu ada, yang ada adalah hantu hantu di pikiran kita”. Inilah sisi menariknya acara I Wouldn’t Go There yang mengandalkan pendekatan saintifik untuk menelusuri jejak hantu, bukan mengandalkan penerawangan para dukun.
[Kompas Cetak, 17 Nov 2013 – Budi Suwarna]

Author: Admin

1 thought on “Menelusuri Jejak Gendruwo

  1. PT Kereta Api Indonesia, sebagai otoritas berusaha semaksimal mungkin menepis kesan angker dan seram dari Lawang Sewu.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *