Diskusi Perkembangan Kaos Semarang Bersama Sudjiwo Tedjo
Mepe Kaos, Meneropong Perkembangan Kaos Semarangan, menjadi tema diskusi yang dihadiri lebih dari seratus kawula muda yang aktif di media sosial di kota Semarang. Berlangsung pada Minggu, 18 Mei 2014, di Leresto TungDeBlang yang berada di Sultan Agung, mereka menyumbangkan pikirannya dalam diskusi yang berlangsung lebih dari 3 jam, sore itu. Diskusi yang menghadirkan produsen kaos semarang seperti KasCloth, Oudestat, Kaos Gondes, Tembalangan, Vitus, The Bright Cloth, Dewandaru dan juga Brandless serta situs jual beli online bukalapak.com ini digagas oleh Komunitas Sosial Media Semarang.
Forum diskusi Rembug Socmed yang ke-7 ini menjadi spesial karena hadir pula budayawan asal Pati Anis Sholeh Ba’asyin dan juga Presiden Jancukers, Sudjiwo Tedjo. “Semarang Kaline Banjir, itu kalimat yang terlanjur menempel di kepala, saat mendengar kata Semarang, mengapa itu tidak dieksploitir menjadi desain, banjir bisa apa saja, banjir ide, banjir kreativitas, atau banjir yang lain. Banyak kekayaan ide yang bisa digali dari Semarang”, demikian menurut Sudjiwo Tedjo. Ia berharap kaos semarangan bisa booming.
Di Yogyakarta, sudah sejak tahun 90-an, kegiatan kreatif branding kaos kota sudah mulai digerakkan, sedangkan baru sejak 2010-an, kaos dengan tema Semarang mulai marak. Harus bertahap untuk bisa seperti kota kota lainnya, demikian menurut Wijayanto – Pegiat Desain Visual, dalam memilih kaus lebih mementingkan desain dari pada merek tersebut. Ia berharap agar mereka yang berbisnis di bidang konveksi bisa menvisualkan koas mereka agar menarik dan bisa menjadi sebuah brand kota.
“Belum banyak vendor juga membuat harga belum kompetitif. Sekarang yang diperlukan elaborasi dan kolaborasi antar elemen dalam industri kaos,” menurut Garna Raditya yang mengusung Inkraft Inc. “Industri kreatif desain grafis di Semarang mungkin tertinggal 5 atau bahkan 10 tahun jika dibanding kota besar yang lain”, tambahnya.
Sedangkan Hendri dari KASCloth lebih memilih permainan kata. Dari pengalamannya, desain yang paling ndeso justru lebih laku dibandingkan desain desain yang serius. Ia mendapatkan ide-ide kaos dari media sosial dengan mengedepankan kebanggaan sebagai wong Semarang. “Sebagian orang Semarang malu dengan Semarangnya. Jadi kami mengampanyekan ojo minder dadi wong Semarang” katanya.
Dalam acara tersebut juga ada pemaparan mengenai cara berjualan online di bukalapak.com. Crew bukalapak.com, Jeepban menerangkan bagaimana berkembangnya usaha online saat ini. Dan siapapun bisa berjualan secara online dengan bukalapak, meskipun seseorang tidak memiliki produk sendiri.
Sukses buat yang buat Kaos Semarang yesss… 🙂
apik!
Btw bukan desainnya yg penting, tapi kainnya! Kainnya nggak enak dipakek, desain sebagus apapun tetep gak ada yg mau beli..
info outletnya donk, lg cari oleh2 nihhhh…..