Dua Kali Setahun, SMA/SMK di Jateng Akan Menerima Pelatihan Kebencanaan

BREBES – Dua kali dalam setahun, siswa SMA dan SMK di Jawa Tengah akan menerima pelatihan kebencanaan. Melalui pelatihan tersebut, diharapkan para siswa dapat lebih siap siaga ketika menghadapi bencana yang terjadi. Selain itu, juga dimaksudkan untuk meminimalkan jumlah korban mengingat Jateng termasuk daerah lumbung bencana alam.

Mengawali langkah tersebut, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo menggerakkan seluruh komponen penanggulangan kebencanaan, mulai dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Palang Merah Indonesia (PMI), Search and Rescue (SAR), Taruna Siaga Bencana (Tagana), TNI dan POLRI untuk terjun ke SMA Negeri 1 Bumiayu, Kamis (17/1/2019).

“Saya mencoba menerjemahkan tanpa menunggu apa yang diperintahkan Presiden Jokowi bahwa kebencanaan dimasukkan ke kurikulum. Kalau kita menunggu diubah dan dimasukkan ke kurikulum kelamaan,” kata Ganjar.

Pada kesempatan itu, simulasi penanganan bencana diperagakan, dari gempa hingga kebakaran di sekolah tersebut. Pada peragaan bencana gempa yang melanda bangunan berlantai dua itu, puluhan siswa berhamburan berlari dan diarahkan menuju titik kumpul. Sementara, pihak sekolah menghubungi tim Satgas BPBD terdekat dan langsung bergerak menyelamatkan korban yang masih terjebak reruntuhan.

Tak berselang lama, sejumlah titik api muncul dan memicu kebakaran. Dengan sigap pihak sekolah menghubungi tim pemadam yang langsung mampu mengondisikan si jago merah. “Ini momentum untuk inspirasi bagi siswa pendidikan kebencanaan bisa dilakukan dengan cepat dan sederhana. Namun jangan sendirian. Kita tadi ajak PMI, BPBD, SAR, Tagana kita ajak polisi dan semua bisa kita ajak. Kita mengajarkan dan mereka merasakan langsung apa yang dia lihat,” paparnya.

Ganjar berharap, pelatihan tersebut bisa terinternalisasi dalam sikap siswa. Bagaimana memitigasi kebencanaan di kelas, bagaimana terlibat sehingga operasi kemanusiaan dilakukan dengan tulus dan mengakrabkan siswa dengan berbagai peralatan yang digunakan dalam operasi kemanusiaan. “Ini akan dilakukan di seluruh sekolah di Jawa Tengah. Minimal setiap sekolah latihan 6 bulan sekali. Akan memunculkan kesiapsiagaan kita menghadapi bencana,” tukasnya.

Jika kerawanan daerahnya semakin tinggi, lanjut Ganjar, maka pelaksanaan pelatihannya dapat dilakukan lebih banyak. Seperti langkah yang dilakukan oleh Pemerintah Jepang untuk memberi pendidikan kebencanaan terhadap warganya.

“Seperti yang dilakukan Jepang, setiap warga negara yang baru masuk, dia langsung dikasih tahu daerah yang kamu tinggal rawan bencana ini maka kamu harus bisa begini, kalau kamu jadi korban kamu harus mengamankan diri ke sini. Jadi mereka nyaman,” bebernya.

Terkait pengubahan kurikulum yang nantinya memasukkan kebencanaan, Ganjar mengatakan hal itu belum terlalu mendesak. Menurutnya, yang terpenting saat ini adalah memberi pemahaman kepada guru dan siswa bahwa apapun mata pelajarannya, materi kebencanaan bisa diinternalisasikan.

“Diinternalisasikan langsung saja ke mata pelajaran. Agama, Bahasa Indonesia, Fisika, Biologi, Geologi dan semuanya diinternalisasikan dengan kebencanaan. Tidak perlu kurikulum, namun langsung saja seperti ini,” katanya.

Langkah Ganjar tersebut juga seiring dengan BNPB yang gencar sosialisasi kesiapsiagaan bencana dengan menyelenggarakan berbagai pendidikan sampai di pedesaan.

Kepala BPBD Jateng Sarwa Pramana menyampaikan, mau tidak mau seluruh pihak harus didorong melakukan sosialisasi secara masif untuk membangun kesiapsiagaan menghadapi bencana demi meminimalkan korban. “Ini kan salah satu bentuk mitigasi. Pak Gub paham betul tentang bencana, pelatihan ini diharapkan bisa mendahului apa yang jadi perintah kepala BNPB,” ujarnya.

Sementara itu, raut bahagia ditunjukkan siswa-siswa yang memiliki murid dari suku Jawa dan Sunda itu. Muhammad Khairussaleh, kelas 12 mengatakan pelatihan seperti ini memang harus dilakukan dan disebar ke seluruh pelajar.

“Karena kami nanti akan terjun ke masyarakat, jadi sedini mungkin kita perlu mengetahui keadaan yang ada atau bencana sebelum terjadi, lebih baik mencegah daripada menanggulangi. Baru melihat pertama kali proses evakuasi seperti ini, yakni bagaimana upaya penyelamatan saat terjadi bencana, khususnya untuk diri sendiri,” katanya.(*)

Kategori: Berita .

Add a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *