Dengan Sate, Pak Giman Meneruskan Tradisi Keluarga

Jika anda bertanya dimana anda bisa menemukan sajian sate ayam khas Semarang, jawabannya pasti ada di Jalan Gajah Mada. Kawasan ini terkenal dengan deretan penjual satenya, ada kira kira 11 penjual sate dan 1 penjual pecel yang dikenal dengan Pecel Mbok Sador (pecel Mbok Sador yang di Gajah Mada ini bisa menjadi alternatif pilihan jika anda tak mau lelah menunggu antrian di warung utama Mbok Sador di kawasan Simpang Lima).

Sate Ayam Sedang dibakar

Ada satu yang unik, disini bisa anda temui satu satunya dari sekian penjual sate yang tak dilengkapi dengan atap, inilah Sate Ayam Wahid. Namanya diambil dari penjual generasi pertama, ayah dari Pak Giman yang sekarang mengambil alih usaha sate keluarga. Sate ayam ini memiliki cita rasa Semarang yang khas. Ciri khas Semarangan yang manis terasa sangat kental siap disajikan istimewa oleh Pak Giman.

Pak Giman memulai harinya dengan membantu anak perempuan semata wayangnya mempersiapkan diri ke sekolah karena istrinya mesti berangkat pagi pagi ke Pelabuhan untuk bekerja. Setelah selesai mengantar anaknya ke sekolah lantas pak Giman pergi ke pasar untuk membeli bahan bahan untuk membuat sate. Sepulangnya ia langsung memulai memasak dan menata sate nya dengan rapi didalam gerobaknya.

Sore menjelang, pak Giman harus mulai berangkat, meskipun lelah masih terasa. Biasanya pak Giman memulai aktivitas menjual sate pada pukul 16.00. Gerobak dibawanya dr rumahnya di Jalan Petek dengan menumpang becak langganan menuju Jalan Gajah Mada. Dengan bebekal 400 tusuk sate Pak Giman menguung datangnyan pembeli, tikarnya digelar, lampu dinyalakan, tanpa atap ia menyambut datangnya oembeli yang hendak menikmati sate ayam bakarannya. Satu tusuknya dihargai 1.500 rupiah, disediakan juga bebagai minuman segar, es teh atau teh botol silahkan dipilih menurut selera anda.

Rasa manis dari sambal kacang dipadu dengan rasa gurih daging ayam yang sudah dibakar matang, dilengkapi dengan taburan irisan cabai dan bawang merah membuat paduan yang serasi dalam rasa. Jangan lupa sebagai ganti nasi paduan lontongnya selain menambah nikmat, juga membuat makan malam anda beragam rasa, sambil duduk sila dengan alas tikar, menikmati indah hirik pikuk nyala mobil dan motor didepannya.

Usaha Pak Giman tak juga tanpa kendala. Masalah hadir saat hujan deras datang, tak sampai satu jam, jalanan sudah dibanjiri air, trotoar tempat mereka berjualan basah kuyup tertutup banjir. Pak Giman beserta pedagang lain terpaksa tutup sebelum waktunya, kisaran waktu tutup dihari biasanya menjelang pukul 23.00. Tetapi jika banjir tetap belangsung, itu berarti akhir dari usahanya hari ini, masih ada hari esok untuk tetap berjualan mengais rejeki.

Pak Giman memang orang yang pantang menyerah, kepribadiannya yang terbuka, membuatnya gemar melihat lihat kehidupan disekitarnya, banyak sekali pembelajaran yang didapat dari orang orang yang lalu lalang saat ia duduk diam menunggu pembeli. Kemarin ia bercerita tentang seorang wanita yang duduk di pinggiran deretan toko, bersama anaknya yang masih bayi, hujan deras yan turun, membuat si anak tak lagi punya pakaian bersih. Pak Giman tergerak hatinya, ingin membantu dengan memberikan kain untuk ganti popok, dilihatnya bayi itu kedinginan, sampai gemetar. Saat menyaksikan semua itu, ia bersyukur atas apa yang telah Tuhan berikan untuk dirinya dan keluarga. Sebuah rumah, serta kehangatan dan kenyamanan berada bersama keluarga itulah yang membuatnya terus ingat apa arti kerja kerasnya selama ini.

Kehidupan memberikan pelajaran yang berharga, kadang hanya dengan melihat kita dapat merasakannya. Coba tenggok lingkungan sekitar anda, dapatkah anda temukan pembelajaran itu? jika tak anda temukan, mungkin saja karena anda terlalu sibuk untuk memperhatikan. [MySemarang.com, 1 April 2012, Wayback Machine Archived]

Author: Admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *