Film Wonderful Life, Mendidik Keluarga dengan Film
Kisah tentang pembelajaran penyandang disleksia diangkat dalam film Wonderful Life – Karena Semua Anak Terlahir Sempurna. Film tersebut bisa menjadi satu rujukan bagi sekolah dan juga keluarga dalam menghadapi anak yang mengalami disleksia (gangguan dalam perkembangan kemampuan baca-tulis).
Tiga pemeran utama film tersebut, Atiqah Hasiholan (pemeran Amalia Prabowo), Putri Ayudya (guru) serta Sinyo (pemeran Aqil) hadir di RisenBrew Cafe Semarang pada Selasa [18Okt2016], untuk berbagi cerita tentang film yang disutradarai oleh Agus Makkie ini.
Film Wonderful Life ini adalah film dengan genre drama keluarga yang diadaptasi dari buku dengan judul yang sama dari kisah nyata pengalaman dan perasaan seorang ibu yang memiliki anak disleksia namun berbakat di bidang seni gambar.
Film dengan durasi 90 menit tersebut telah diputar di Bioskop Indonesia mulai 13 Oktober 2016. Dengan tajuk “Karena Semua Anak Terlahir Sempurna” film yang diproduseri Rio Dewanto tersebut dikemas secara ringan.
Harus pintar. Harus berprestasi. Harus “jadi orang”.
Amalia adalah sesosok ibu yang ambisius, yang tumbuh dengan mempercayai dirinya bukan apa-apa sebelum memiliki hal-hal di atas. Hal yang sama pula yang ia terapkan untuk Aqil, anak tunggalnya. Namun hidup berkata lain. Dalam pandangan umum, bisa disebut anaknya bodoh. Divonis memiliki disklesia, jangankan berprestasi, Aqil kesulitan membaca.
Perjalanan Amalia untuk kesembuhan anaknya menyimpan ambisi supaya anaknya berprestasi di sekolah. Sebuah perjalanan yang penuh dengan ego sang ibu.
Putri Ayudya menuturkan, pada film ini ada pelajaran kepada guru untuk lebih terbuka dengan kemampuan baca tulis seorang anak. Perhatian khusus harus diberikan pada tiap anak didik dan tidak dapat disamaratakan. Akademis penting, namun bukan yang terpenting.
Proses pengambilan film Wonderful Life ini selama 16 hari di Yogyakarta dan Jakarta. Dan hingga minggu ini sudah mencapai 29.000 penonton.
Nonton nggih nonton…
Semoga kedepan semakin banyak film edukatif yang mengajarkan nilai-nilai luhur. Bukan semata mengejar rating/komersil. Maju terus perfileman Indonesia. 🙂