Menelusuri Jalur Trem Semarang di Masa Lalu
Sabtu lalu (28/02/15) kami mengadakan agenda bulanan kami dengan tema “Telusur Jalur Trem”. Agenda kali ini bertujuan untuk mengetahui sejarah tentang Jaringan Trem kota Semarang yang melayani kebutuhan transportasi massal bagi warga kota Semarang sejak 1882 hingga 1940. Peserta kami bekali dengan materi cetak dan berkumpul di depan gerai Mc Donald Java Supermall pada pukul 09.00. Setelah sesi perkenalan, kami langsung menuju ke halte BRT Java Mall yang terletak di seberang. Nah, kok malah ke halte BRT ya?
Pada agenda kali ini kami bekerjasama dengan BRT Trans Semarang, karena selidik punya selidik jalur-jalur BRT Trans Semarang ini ada kemiripan dengan jalur jaringan Trem di Kota Semarang di masa lalu! Bahkan letak halte BRT Trans Semarang yang berada di Jomblang ini letaknya persis di tapak dimana dahulu, Stasiun Djomblang, stasiun ujung jaringan trem yang kearah selatan berada. Di dalam armada BRT Trans Semarang peserta dijelaskan tentang jalur trem lijn Jurnatan-Jomblang, yang merupakan jalur trem pertama yang dibuka di Semarang pada 1 Desember 1881. Selain itu, melalui acara ini diharapkan para peserta mengetahui koridor-koridor yang tersedia dalam layanan BRT Trans Semarang, salah satu moda transportasi massal yang disediakan Pemerintah Kota Semarang dalam rangka menekan penggunaan kendaraan pribadi para warga kota.
Sampai di halte Bubakan, para peserta turun dan mengamati tapak bekas stasiun sentral Jurnatan, stasiun pusat jaringan trem di Kota Semarang. Walaupun stasiun telah lenyap, penanda bahwa di tapak ini pernah berdiri sebuah stasiun masih dapat dilihat, yakni sebuah tiang telegram yang merupakan pelengkap sarana komunikasi antar stasiun. Setelah dari stasiun Jurnatan peserta melanjutkan perjalanannya dengan berjalan kaki ke bekas kantor Semarang Joana Stoomtram Maatschappij (SJS) operator jaringan trem di Kota Semarang yang terletak di Pengapon. Para peserta mengamati bekas kantor dan depo yang telah tenggelam dilumat ganasnya fenomena penurunan tanah di kawasan pesisir.
Setelah berfoto bersama, kegiatan dilanjutkan menuju halte BRT Trans Semarang di Tawang, untuk menyusuri jalur trem yang kearah barat via Jalan Pemuda. Penelusuran ini berhenti di Pasar Bulu, di lokasi dimana dahulu terdapat stasiun pemberhentian trem yakni, Stasiun Bulu yang dahulu terletak di sisi timur Pasar Bulu. Sebenarnya stasiun ujung jaringan trem yang kearah barat berada di pinggir Banjir Kanal Barat, tepatnya di dekat Pasar Kokrosono, namun karena hari sudah siang dan harus menuju ke lokasi selanjutnya, akhirnya diputuskan untuk langsung melanjutkan perjalanan ke Restoran Semarang.
Di Restoran Semarang, para peserta disambut Om Jongkie Tio, penulis buku “Kota Semarang dalam Kenangan”, dan juga “Semarang City: A Glance into the Past”. Salah satu buku tentang sejarah Kota Semarang dengan tampilan yang lebih nge-pop, karena pembaca akan disuguhi ratusan foto koleksi beliau, nah di kesempatan itu juga para peserta berkesempatan berbagi cerita bersama beliau. Setelah berbincang sedikit, peserta pun menyantap hidangan Lontong Cap Go Meh! Sajian akulturasi Tionghoa – Jawa ini mengandung arti, Cap (10) go (5) meh (malam) , yang merupakan rangkaian terakhir dari perayaan imlek, dan sajian ini mengadopsi tradisi bada kupat para kaum muslim di saat lebaran. Bentuk sama, komposisi mirip bedanya satu pake ketupat satunya pake lontong.
Well, sampai jumpa di kegiatan berikutnya! Salam 🙂
Artikel Kontribusi:
M Yogi Fajri
Lopen Semarang: Bersama Sadar akan Kepemilikan Sejarah
It’s time to Proud, It’s time to preserve!
Twitter: @lopensmg
Facebook: Lopen Semarang
Foto by: Adityo Cahyo
asiknya kalau masih ada trem ya…
Canggih ya berarti transportasi masal kita di masa lalu. saya baru tahu kalau di semarang ada trem juga di masa lalu, yang saya tahu baru di jakarta yang ada tremnya di masa lalu