Narasi Cinta Tiga Budayawan
SEKITAR dua ratus pengunjung Leresto Tungdeblang Minggu (22/6 2014) malam dibuat galau oleh tiga budayawan. Sujiwo Tejo, Anis Sholeh Ba’asyin, dan Kiai Budi Harjono bergantian mendongeng tentang satu tema yang acap mengaduk-aduk perasaan: Cinta.
Perbincangan di malam yang ditingkahi deras hujan itu berpangkal dari buku Rahvayana: Aku Lala Padamu. Itu adalah buku terbaru Sujiwo Tejo. Dalang, musisi, dan sastrawan nyentrik itu merangkum cerita, nada dan kata dalam sebuah buku berisi 20 bab. Dalam buku 199 halaman itu, Mbah Tejo menyertakan sebuah CD berisi 14 buah lagu karyanya.
Di album yang di-arrange Sekar Melati itu Sujiwo Tejo mengajak seniman dan tokoh – tokoh ternama ambil bagian. Sebagian diantaranya bahkan sama sekali tak biasa menyanyi. Sebut saja Karni Ilyas, Butet Kartaredjasa, Arswendo Atmowiloto, dan Effendi Gazali.
Rahvayana bukan mengisahkan percintaan Rama-Sinta yang melegenda ribuan tahun. Justru Tejo berkisah tentang Sinta yang ditemukan berkubang lumpuh sawah oleh petani desa dan romantisnya Rahwana. Presiden Jancukers mendekonstruksi Ramayana dengan narasi tentang benturan filsafat modern barat dan ketimuran jawa. Sujiwo Tejo sendiri menyebut karyanya ini lebih dekat dengan “Tristan dan Isolde”, opera klasik karya Richard Wagner (1857).
Selama empat jam acara Surau Budaya edisi Aku Lala Padamu itu bertebaran quote-quote motivasi cinta. Misalnya, ketika Kiai Budi menjawab pertanyaan audiens tentang bagaimana mengatasi banyaknya perbedaan dua pasangan. “Cinta butuh keyakinan. Seperti ranting yang tak pernah lelah bergerak menuju arah cahaya.”
Mbah Tejo menambahkan betapa Tuhan terkadang tidak membalas kerja keras kita dengan sesuatu yang berkorelasi langsung. Ia contohkan ketika membuat album pertamanya “Pada Suatu Ketika” pada 1999. Saat itu ia mengeluh karena meski lagu-lagunya menjadi hits tetapi tidak mendatangkan rezeki sepadan. Nyatanya, ia baru menyadari bahwa album pertamanya itulah yang menjadikannya terkenal sehingga laris diundang manggung atau menjadi pembicara di mana-mana.
“Maka, kalau kamu mencintai seseorang dan orang itu tak membalas cintamu, jangan khawatir. Siapa tahu Tuhan memberimu lebih banyak cinta dari orang lain,” tuturnya disambut riuh tepuk tangan.
Dalam acara yang dipandu Obin Robin dan Indra Kolangkaling itu, penonton sebagian besar mahasiwa juga menikmati indahnya Tari Sufi Kiai Budi. Pemimpin Pondok Pesantren Al Ishlah Meteseh itu berputar-putar anggun diiringi musik AbsurdNation. Band beraliran jazz eksperimental itu juga berkolaborasi dengan Sujiwo Tejo yang memainkan Saxophone. Sebelumnya, Summer House Project yang meng-cover lagu-lagu JKT48 lebih dulu memanaskan suasana.
Nanda, Festival Director Surau Budaya mengharapkan acaranya bisa menjadi forum rautan untuk mengasah dan mengapresiasi seni budaya Semarang. “Setelah edisi pertama yaitu Titik Balik, ini adalah yang kedua. Semoga menjadi wadah bagi pecinta seni budaya di Semarang untuk bersilaturahmi dan bertukar pikiran tentang apa saja,” katanya. (Anton Sudibyo)