Pameran Karya dan Hidup Arsitek Herman Thomas Karsten
Pameran Karya dan Hidup Arsitek Herman Thomas Karsten
“Indonesia Bersatoelah Indonesia Bermoelialah”
Herman Thomas Karsten lahir di Belanda pada tahun 1884. Pada tahun 1914, ia memutuskan pindah ke Hindia Belanda atas undangan rekan satu sekolahnya di Delft bernama Henri Maclaine-Pont. Karsten memulai karirnya di Semarang sebagai arsitek dan perencana kota. Ia mengerjakan beberapa proyek dari pemerintah kota Semarang seperti perbaikan pasar, kampung, dan mendesain pemukiman elit di sebelah selatan kota, yang kini kita kenal dengan nama Candi Baru. Karya Karsten berupa bangunan yang banyak dikenal oleh khalayak adalah Pasar Johar, kantor Jiwasraya, gedung kesenian Sobokartti, SMA Ibu Kartini (dulu bernama Van Deventer School), dan RS Elisabeth.
Tidak banyak yang tahu, bahwa selain mendesain kota dan bangunan, Karsten adalah seorang pemikir dan pegiat budaya. Ia sering hadir dalam diskusi-diskusi yang diselenggarakan oleh tokoh-tokoh penting di Jawa. Beberapa di antaranya adalah Mangkunegara VII, Dr. Radjiman Wediodiningrat, dan dr. Cipto Mangunkusumo. Kelak, dari diskusi-diskusi tersebut lahirnya Java Instituut di Yogyakarta pada tahun 1919. Pengaruh budaya Jawa juga tampak dalam desain bangunan dan perencanaan kampung yang dikerjakan oleh Karsten. Sebagai seorang pemikir, ia banyak terlibat dalam penerbitan jurnal ilmiah di bidang sosial-budaya seperti De Taak dan juga di bidang arsitektur seperti Locale Techniek dan Kritiek en Opbouw.
Karsten menikah dengan seorang perempuan Jawa asal Dieng bernama Soembinah. Mereka dikaruniai empat orang anak. Konon, cintanya kepada istrinya ini sangat besar. Bahkan salah seorang anaknya, Simon Karsten pernah berujar, untuk memahami karya Karsten, kita harus memahami dua hal: cintanya pada Indonesia dan cintanya pada Soembinah. Karsten memperlakukan istrinya sebagai teman hidup yang sederajat dengan dia. Berbeda dengan kebanyakan laki-laki Belanda yang kala itu memiliki Nyai atau gundik yang dilarang tampil di muka umum. Soembinah sering ikut bepergian dengan Karsten, bahkan juga turut menemani suaminya dalam perjalanan ke Eropa pada tahun 1930.
Kisah-kisah hidup Karsten seperti di ataslah yang ingin diangkat dalam pameran ini. Karsten sebagai seorang manusia seutuhnya, bukan hanya sebagai seorang arsitek. Dengan pameran diharapkan dapat lebih mengangkat sisi humanis dari Ir. Thomas Karsten dan membuatnya lebih mudah dan dekat untuk dipahami oleh masyarakat secara lebih luas, bukan hanya dari kalangan tertentu saja.
Pameran yang didukung oleh Kedutaan Besar Kerajaan Belanda dan Yayasan Budaya Widya Mitra ini akan digelar di Galeri Semarang pada tanggal 19-30 November 2016. Selain pameran juga diselenggarakan acara lain di sekitar tema ini seperti Jelajah Warisan Karsten, bekerjasama dengan Lopen Semarang (5 November), pemutaran film dokumenter pertama soal Karsten karya Tonny Trimarsanto (13 November), pelajaran Bahasa Belanda untuk pemula di SD Sompok –yang juga merupaka karya beliau (12 November), serta talkshow (25 November). Selain ingin mengangkat soal kehidupan Karsten, harapannya pameran ini dapat menjadi salah satu contoh bagaimana mengemas warisan budaya/heritage menjadi lebih menarik bagi masyarakat kontemporer.
Ramaikan