PSIS Semarang
PSIS, singkatan dari Persatuan Sepak Bola Indonesia Semarang, PSIS merupakan klub sepak bola Kota Semarang, Indonesia yang didirikan 18 Mei 1932 dan bermarkas Stadion Jatidiri Semarang. PSIS Semarang, yang memiliki julukan “Laskar Mahesa Jenar” ini adalah klub pertama di Liga Indonesia yang pernah menjadi juara Divisi Utama pada tahun 1999. Setelah terdegradasi ke divisi I pada musim berikutnya, PSIS berhasil menjuarai kompetisi Divisi I nasional pada tahun 2001, serta berhak berlaga kembali di kompetisi Divisi Utama Liga Indonesia.
Prestasi tertinggi PSIS yaitu ketika menjadi juara Kompetisi Divisi Utama Perserikatan PSSI pada tahun 1987 serta Juara Liga Indonesia 1999. Musim 2006 PSIS menjadi runner-up Liga Indonesia dengan keberhasilan mencapai final Liga Indonesia.
Pencetak Gol terbanyak sepanjang sejarah PSIS: Andika Auli (97), Indriyanto Nugroho, Emmanuel De Porras(23), Roberto Kwateh, Abdouleye Djibril, Khusnul Yakin(10), Gustavo Hernan Ortiz (9) serta Harri Salisburi (8).
Seperti halnya klub sepak bola yang lain, PSIS mempunyai beberapa kelompok suporter, antara lain yang menamakan dirinya Panser Biru dan Snex.
pye qi…
Dasar Hukum Komdis Lemah – Keputusan Komisi Disiplin PSSI yang menghukum PSIS Semarang dan PSS Sleman dengan diskualifikasi, dipertanyakan banyak pihak. Pasalnya, hukuman itu dinilai terlalu berat, dan memakai dasar hukum yang lemah.
Salah satu yang memberikan penilaian itu adalah Ketua Asprov DKI Jakarta, Gusti Randa. Pria itu juga anggota bidang hukum PSSI itu menjelaskan, apa yang dilakukan komisi disiplin itu terlihat lemah.
Misalnya, Gusti menyoroti tidak dipanggilnya inspektur pertandingan atau pengawas pertandingan (PP). seharusnya kata dia, kejanggalan pertandingan PSS melawan PSIS tidak hanya menyorot keterlibatan kedua tim dan wasit. Namun beberapa pihak yang terlibat, juga harus dimintai keterangan terlebih dahulu, sebelum memberikan keputusan. Salah satunya pengawas pertandingan.
“Inspektur pertandingan itu khan bukan orang klub, tetapi dari PT Liga Indonesia. Karenanya lucu, bila tidak dilibatkan dalam mencari fakta kebenaran. Tidak hanya klub dan wasit yang ditanyai, tetapi juga PT Liga sebagai operator kompetisi,” kata pria yang juga artis itu.
Yang lain menurutnya, dasar hukum dalam memberikan sanksi juga dipertanyakan. Menurutnya, kejadian ini seperti sidang seorang pencuri yang menggunakan pasal perampokan. Hasil hukumnya terlalu besar, sehingga tidak sesuai dengan fakta fakta yang ada.
“Di sini komdis juga harus menjelaskan kepada publik, dasar hukum yang dipakai. Kalau dasarnya kode disiplin, itu yang tahun berapa. Apakah kode disiplin itu sudah disahkan dalam kongres atau belum. Jangan justru keputusan itu justru membuat tanda tanya bagi semua pihak,” ujarnya.
Bahkan gusti mempertanyakan, bagaimana proses sidang dan etentuan sidang komdis. Pasalnya saat itu sidang komdis hanya dihadiri Ketua Komisi Hinca Panjaitan seorang. Sehingga ketentuan di kode disiplin yang mengatur bahwa keputusan itu harus diambil berdasarkan suara terbanyak anggota yang hadir, tidak dipenuhi. “Apakah hanya disuruh menyaksikan video, ditanya tanya, langsung diberi sanksi, apakah itu benar sebuah peradilan resmi organisasi?,” tanyanya.
Maka Gusti menilai, hukuman diskualifikasi kepada PSIS dan PSS dinilai terlalu tergesa gesa dan kurang bijaksana. Menurutnya, kondisi itu terjadi karena kejadian itu mendapat respon di media online dan youtube, sehingga Komdis PSSI terkesan tergesa gesa dalam memberikan putusan dan kurang bijaksana.
Sulitnya, kata mantan Ketua Badan Futsal Indonesia (BFI) itu, Komdis juga memutuskan tidak ada banding. Menurutnya, jika semua keputusan tidak boleh banding, kenapa komisi PSSI membentuk Komisi Banding. Lebih baik Komisi Banding ditiadakan saja karena tidak memiliki fungsi.
“Komdis PSSI sudah melebihi Mahkamah Konstitusi saja. Setiap keputusan tidak boleh banding. Harus dilihat, sepakbola itu tidak hanya melibatkan perorangan, tetapi juga manajemen, pelatih dan masih banyak lagi, termasuk pt liga sebagai operator kompetisi,” tandasnya.