Belajar Asal-Usul di Sangiran
[Ko Hon Chiu Vincent – unesco.org]
Apa benar manusia berasal dari kera yang berevolusi? Sampai sekarang hal itu masih menjadi perdebatan. Baik bagi ilmuwan, agamawan maupun awam. Namun di luar perdebatan itu, bukti-bukti kehidupan purba yang terpendam jutaan tahun, terus mencuat ke permukaan bumi.
Februari 2016 lalu, seorang petani menemukan fosil bagian atap tengkorak Homo erectus arkaik di sekitar Kali Bojong, Desa Manyarejo, Sragen, Jawa Tengah. Itu merupakan golongan manusia purba tertua yang tercatat di Sangiran. Hidup sekitar 1,5 juta – 1 juta tahun lalu. Fosil itu kini tercatat di Museum Purbakala Sangiran.
Selain Homo erectus arkaik, fosil manusia purba Homo erectus yang tercatat di Museum Sangiran adalah Homo erektus tipik yang yang hidup antara 800 ribu – 300 ribu tahun lalu, ditemukan di Sangiran dan Homo erektus progresif hidup antara 300 ribu – 100 ribu tahun lalu, ditemukan di Blora.
Homo erectus dikenal sebagai Java Man. Beberapa pendapat menyebutnya sebagai nenek moyang manusia modern di Indonesia, yang bermigrasi dari Afrika. Pendapat lain menyebut Homo erectus adalah spesies yang berbeda, dan sudah punah sebelum nenek moyang manusia modern.
Hal-hal yang mendukung perdebatan antar teori-teori tersebut bisa ditemui di Museum Sangiran. Pola kehidupan manusia purba, peralatan yang digunakan, hingga replika manusia purba ada di sana.
Museum Sangiran adalah museum arkeologi yang terletak di Desa Krikilan, Kalijambe, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah. Dahulu temuan-temuan para peneliti di situs purbakala Sangiran dikumpulkan di rumah Kepala Desa Krikilan. Temuan semakin banyak, dan menarik perhatian orang-orang untuk datang.
Akhirnya dibangun sebuah museum untuk menyimpan temuan-emuan tersebut, pada tanah di samping Balai Desa Krikilan seluas 1000 meter persegi. Kemudian ada tahun 1980an dibuatlah museum yang lebih layak. Pada tahun berikutnya, museum terus berkembang. Hingga saat ini bangunan mencapai luas 16.675 meter persegi, dengan ruangan museum seluas 750 meter persegi.
Koleksi
Museum Sangiran merupakan museum kelas dunia. Seringkali dijuluki sebagai gudang fosil terlengkap. Fosil manusia, hewan dan tumbuhan, serta peralatan purba ada di museum ini.
[Amos Chapple – unesco.org]
Manusia: Cetakan Fosil Manusia Purba Australopithecus Africanus, Phithecanthropus Modjokertensis, Pithecanthropus erectus, Pithecanthropus Soloensis, Homo Neanderthal Eropa, Homo Neanderthal Asia dan Homo Sapiens sapiens, fosil Manusia Homo Sapiens.
Fosil hewan bertulang belakang (Vertebrata): Elephas namadicus (gajah), Stegodon trigonocephalus (gajah purba), Mastodon sp (gajah), Bubalus palaeokarabau (kerbau), Felis palaejavanica (harimau), Sus sp. (babi), Rhinocerous sondaicus (Badak), Bovidae (sapi, banteng), dan Cervus sp (rusa).
Fosil binatang air: Crocodillus sp. (buaya), ikan, kepiting, gigi ikan hiu, Hippopotamus sp (kuda nil), Moluska (kelas Pelecypoda dan Gastropoda), Foraminifera dan Chelonia sp (kura-kura). Binatang-binatang ini merupakan sisa-sisa binatang yang muncul sejak zaman Akhir Pliosen.
Peralatan: batuan rijang, kalsedon, dan agate, merupakan bahan pembuatan alat-alat dari batu yang banyak ditemukan di daerah Sangiran maupun di sekitar Pegunungan Kendeng.
Alat-alat Bantu Berupa alat serpih, bilah, serut, gurdi, kapak perimbas, bola batu, dan kapak penetak sebagai hasil budaya manusia purba yang beradaptasi dengan lingkungan alam sekitarnya. Semua alat batu tersebut ditemukan di wilayah Sangiran.
Tumbuhan: fosil tumbuhan laut berupa diatomit yaitu endapan dari ganggang laut diatomea.
Situs
Fosil-fosil yang ada di Museum Sangiran tersebut berasal dari beberapa tempat di sekitar situs Sangiran. Namun sebagian besar adalah dari situs Sangiran. Situs Sangiran sendiri merupakan Situs Sangiran adalah salah satu situs manusia purba yang terbesar dan terpenting di dunia.
Letaknya tak jauh dari museum, mencakup luas 56 kilometer persegi. Wilayahnya meliputi 3 kecamatan di Sragen yaitu Kecamatan Gemolong, Kalijambe dan Plupuh, serta satu kecamatan di Kabupaten Karanganyar yaitu kecamatan Gondang Rejo. Di situs Sangiran, telah ditemukan sebanyak 100 fosil Homo erectus atau 50 persen lebih dari temuan Homo erectus di dunia.
Situs Sangiran pertama kali ditemukan oleh P.E.C schemulling. Ketika aktif melakukan eksplorasi pada akhir abad ke-19. Tahun 1893, Eugene Dubois datang melakukan penelitian. Namun tidak intensif, sebab kemudian memusatkan aktivitasnya di kawasan Trinil, Ngawi.
Kegiatan pemetaan baru dilakukan pada tahun 1932 oleh L.J.C. van Es. Peta yang dihasilkannya adalah peta geologi skala detil, yang dua tahun kemudian digunakan oleh G.H.R. von Koenigswald untuk melakukan survei eksploratif dengan temuan beberapa artefak prasejarah.
Pada tahun 1977, pemerintah menunjuk kawasan seluar 56 kilometer persegi di sekitar sangiran sebagai daerah cagar budaya. Pad atahun 1988, didirikan museum sekaligus laboratorium konservasi lokal di Sangiran. Kemudian pada tahun 1996, UNESCO mendaftarkan Sangiran sebagai situs warisan dunia dalam daftar warisan dunia. Terdaftar dengan nama Sangiran Eraly Man Site.
Secara geografis kawasan Sangiran yang terletak di lereng barat laut Gunung Lawu, merupakan suatu cekungan alam yang dikenal dengan nama depresi Solo yang dikelilingi oleh bukit-bukit, dengan puncak tertinggi sekitar 180 m dari permukaan laut. Di sebelah utara terdapat jajaran Pegunungan Kendeng dan di sebelah selatan terdapat jajaran Pegunungan Selatan
Ke Sangiran
Sangiran terletak sekitar 17 kilometer arah utara Kota Solo. Untuk menuju Sangiran, lebih memungkinkan menggunakan kendaraan pribadi.
Dari Kota Solo, wisatawan bisa menyusuri jalur Kalijambe untuk sampai ke Museum Sangiran. Apabila berangkat dari Yogyakarta, maka harus menuju Kota Solo, kemudian mengikuti jalur ke utara menuju Kalijambe-Sangiran. Jika berangkat dari Semarang, dapat menempuh jarak sekitar 100 kilometer, melalui Purwodadi, Kalijambe, kemudian Sangiran.
Rute lainnya, dari Semarang bisa melewati Salatiga, Karang Gede (Boyolali), Gemolong, Kalijambe, kemudian Sangiran. Sedangkan bila berangkat dari Surabaya, harus menempuh jarak sekitar 280 kilometer, melewati jalur Madiun-Ngawi, kemudian memasuki Sragen dan dilanjutkan menuju jalur Kalijambe-Sangiran.