Sarekat Islam (SI) Semarang adalah salah satu cabang organisasi Sarekat Islam yang berpusat di Surabaya. Meski sebuah cabang, ia punya peran penting dalam mewarnai pergerakan nasional. Berdiri pada Desember 1912, SI Semarang awalnya bersikap moderat. Namun setelah Semaoen menjabat sebagai presiden menggantikan Moehammad Joesoef pada 6 Mei 1917, sifat organisasi ini berubah menjadi radikal dan memilih posisi berlawanan terhadap pemerintah kolonial.
Di bawah kepemimpinan Semaoen, SI Semarang tumbuh pesat. Jika pada tahun 1916 keanggotaannya hanya 1.700 orang, setahun berikutnya meningkat menjadi 20 ribu orang. Sebagian besar mereka adalah kaum buruh, pedagang kecil dan petani. Tak ayal, pertumbuhan pesat ini membuat pemerintah kolonial was-was.
Selain aksi massa dan pemogokan, para aktivis SI Semarang menggunakan media massa sebagai alat perjuangan. Mereka, terutama, menyuarakan perlawanan terhadap imperialisme dan kolonialisme Belanda melalui harian Sinar Hindia.
Berbeda dari cabang cabang SI kota lain, SI Semarang lebih bercorak sosialis. Itu akibat pengaruh tokoh tokoh sosialis Belanda, seperti Henk Sneevliet, Adolf Baars dan P Bergsma. Lantaran cenderung kekiri-kirian, SI Semarang sering disebut sebagai SI Merah. Perbedaan Ideologi tersebut kerap memicu perselisihan dengan tokoh tokoh Centraal Sarekat Islam (CSI) dan cabang SI lain yang berhaluan kanan, terutama H Agus Salim dan Abdul Muis. Ketika perselisihan memuncak, CSI memberlakukan disiplin partai untuk menyingkirkan Semaoen dan kawan kawan. Pada tahun 1924, SI Semarang keluar dari SI dan berganti nama menjadi Sarekat Rakyat.
Gedung Sarekat Islam
Alkisah, setelah menjabat Presiden Sarekat Islam Semarang, Semaoen resah. Sebagai pemimpin organisasi politik yang memiliki puluhan ribu anggota, dia tak menemukan gedung representatif untuk aktivitas pergerakan di kotanya. Semaoen lalu menggagas pembangunan gedung yang dia angankan itu. Gayung bersambut, Haji Busro, seorang pengurus SI Semarang, mewakafkan sebidang tanah di Kampung Gedong. Sedangkan gedung dibangun dengan cara saweran. Ada yang menyumbang uang, ada yang berupa bahan bangunan.
Mulai dibangun pada tahun 1919, bangunan yang diberi nama Gedung Rakyat Indonesia itu diresmikan setahun kemudian. Selain SI Semarang, bangunan berdinding bata dengan konstruksi menyerupai stasiun kereta itu juga digunakan organisasi pergerakan National Indische Partij, VSTP, pecah menjadi kelompok putih dan merah, kedua kubu tetap sama bisa menggunakan. Lantaran SI organisasi terbesar, orang lebih suka menyebut bangunan ini sebagai gedung Sarekat Islam SI Semarang.
Kini, Gedung SI Semarang telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya, berdasarkan Keputusan Wali Kota Semarang SK Nomor 640/184/14 tertanggal 27 Februari 2014.