Lopen; Komunitas Sejarah Yang Menyusur Kenangan Masa Lalu

ADALAH Lopen Semarang, sebuah komunitas sejarah yang didirikan pada 27 Desember 2012 lalu oleh sekelompok mahasiswa Universitas Diponegoro (Undip). Komunitas ini lahir atas keprihatinan rendahnya kesadaran masyarakat akan kepemilikan sumber daya warisan sejarah dan budaya, utamanya di lingkup Kota Semarang.

Menurut Ketua Lopen M Yogi Fajri, kata Lopen sendiri berasal dari bahasa Belanda yang berarti jalan kaki. “Di sini kita ingin mengajak para anggota kita pada khususnya dan masyarakat Semarang pada umumnya untuk menelusuri kembali jejak-jejak sumber daya sejarah dan budaya yang ada, dengan harapan agar lebih mengenali identitas kita sebagai warga kota Semarang dan juga lebih menghargai akan sumber daya sejarah dan budaya,” terangnya.

Pengunjung Pameran Foto Lopen SMG
PAMERAN FOTO: Seorang pengunjung bersama dua anaknya melihat dari dekat foto-foto Semarang lama dalam pameran Kuno Kini Nanti yang digelar Lopen Semarang di Gedung Spiegel Kota Lama beberapa waktu lalu. Foto: Nurul Wakhid

Dan kegiatannya cukup menarik untuk diikuti di antaranya adalah menyusur keberadaan Mausoleum Thio Sing Liong, satu-satunya makam tionghoa yang tersisa di bilangan Jalan Sriwijaya. Mereka juga pernah menyurusi Tangsi Militer Mrican, dimana tangsi ini adalah bekas asrama transit bagi para pekerja migran dari seluruh Jawa yang akan dipekerjakan di perkebunan-perkebunan karet di Deli, Sumatera Utara yang dikelola oleh AVROS (Afdeling Vereeniging Ruberplanters van Oostkust Sumatera).

Lopen juga pernah menelisik kediaman konglomerat pertama di Asia Tenggara yakni Oei Tiong Ham Istana Gergaji Balekambang, Kawasan Pecinan Semarang, Kawasan Kota Lama Semarang, dengan destinasi seperti gedung Spiegel, Gedung Borsumy, bekas Konsulat Siam, Gedung Marba, Gedung PTPN dan Gedung Jiwasraya. Selain itu, mereka juga pernah menelusuri Benteng Willem I Ambarawa.

“Ini merupakan alah satu pertahanan utama dan terkuat tentara kerajaan Belanda yang dibangun di Pulau Jawa dan itu ada di dekat Semarang yang memiliki kaitan erat dengan sejarah kota ini,” terangnya. Selain menelusuri langsung jejak-jejak warisan budaya (blusukan), Komunitas Lopen Semarang juga mengadakan beberapa kegiatan yang terkait dengan usaha-usaha pelestarian sumber daya sejarah dan budaya seperti. Beberapa diskusi pernah digelar di antaranya diskusi Sejarah Perkembangan Musik di Gedung Sobokarti, pelestarian permainan tradisional dengan mengadakan acara bermain layang-layang bersama di lapangan Widya Puraya, kampus Undip Tembalang.

“Kami juga turut ambil bagian dalam pameran sejarah tentang perkembangan kota Semarang di awal abad ke-20 bertajuk Kuno Kini Nanti pada 22-28 Agustus lalu,” imbuh Yogi. Lebih menarik lagi, setiap anggota akan dipanggil dengan sebutan bung atau nona, serta sedikit ungkapan bahasa Belanda dalam komunikasi keseharian mereka. Tertarik? Komunitas ini dapat ditemui melalui aktivitas sosial media mereka melalui twitter @lopenSMG dan Facebook Fanpage Lopen Semarang. Dengan sistem keanggotaan terbuka, tercatat hingga kini sudah ada 35 member yang bergabung.

3 Comments

Add a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *