Film Antologi: Twaalf Uur Van Semarang
Komunitas Sejarah Lopen Semarang, adalah sebuah komunitas sejarah yang berdomisili di Kota Semarang, pada tahun ini menyelesaikan pembuatan film Antologi bertajuk Twaalf Uur Van Semarang (Dua Belas Jam di Semarang), dengan dukungan dari Yayasan Widya Mitra dan Kedutaan Besar Belanda untuk Indonesia melalui program Shared Heritage Fund. Melalui Twaalf Uur van Semarang, disajikan kemolekan dan keberagaman Kota Semarang yang dikemas menjadi sebuah film berlatarkan sejumlah lokasi di Semarang. Cerita bermula dari pukul 6 petang dan berakhir pada pukul 6 pagi, waktu dimana konon Semarang menunjukkan pesona terindahnya. Sebagai kota pelabuhan utama di Jawa Tengah, Kota Semarang tidak pernah tidur. Bahkan di beberapa tempat seperti di Pelabuhan, Pasar, dan Stasiun, geliat aktivitasnya justru telah dimulai di kala sebagian besar warga Semarang sedang terlelap dalam tidurnya. Film yang secara keseluruhan hanya diselesaikan dalam waktu empat bulan ini, terhitung mulai akhir Desember 2014 sebenarnya memiliki empat cerita berbeda didalamnya seperti:
1. Makan!
Makan adalah kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup. Semarang, tanpa disadari, sangat bergantung pada kota penyangga disekitarnya untuk memenuhi kebutuhan pangannya. Bahkan sebuah kubis pun harus melewati perjalanan yang begitu panjang sebelum akhirnya terhidang di sepiring nasi goreng.
2. Kuli(Ah)
Jaka adalah seorang pelarian dari Jakarta karena masalah narkotika. Dia sampai Semarang karena diselamatkan oleh pamannnya. Walaupun harus bersembunyi dari target operasi polisi, Jaka tetap bekerja di pelabuhan bersama pamannya sembari kuliah di salah satu kampus di Semarang. Di Semarang jugalah keteguhan hati Jaka untuk hijrah dari dunia kelamnya diuji.
3. KAKE’ANE
Amat dan Toni adalah sepasang sahabat karib yang berencana menghabiskan malam minggu dengan menonton pertunjukkan Gambang Semarang. Malam pertunjukkan pun tiba, maka berangkatlah Toni dan Amat menuju gedung pertunjukan. Tanpa mereka duga, perjalanan tersebut dipenuhi dengan berbagai kejutan yang membuatnya menjadi sebuah perjalanan yang sangat berkesan bagi mereka berdua. Mulai dari Vespa yang mogok karena kehabisan bensin habis hingga ancaman kebakaran menjadi penghalang mereka. Berhasilkah Toni dan Amat menonton pertunjukkan Gambang Semarang?
4. Ver van Huis
Daniel, seorang pria berusia 30 tahun yang tinggal di Breda, Belanda baru saja menyelesaikan studinya di Amerika. Saat , ayahnya, Reynard yang adalah seorang Indo, meminta Daniel untuk menemaninya pergi ke Semarang ia terpaksa mematuhinya. Akan tetapi, Daniel tidak menyadari bahwa Ayahnya sudah punya cara sendiri untuk menjadikan perjalanan tersebut sebagai sebuah Sentimental Journey yang diinginkannya sedari dulu.
Film ini yang diproduseri oleh Muhammad Yogi Fajri ini, yang juga sebagai coordinator Komunitas Sejarah Lopen Semarang, melibatkan potensi-potensi local Semarang dalam penggarapannya diantaranya Ragil Wijokongko, salah satu sineas muda Semarang sebagai sutradara, Rizki Rengganu Suri Pradana finalis Eagle Award Documentary Series sebagai editor, Gatot Hendraputra, musisi Jazz semarang sebagai penata music, dll. Diharapkan dengan adanya film ini, dapat menambah semarak perkembangan dunia perfilman di Kota Semarang dan bisa juga diterima di kancah nasional, melalui roadshow yang akan digelar di tiga kota lainnya yakni Yogyakarta, Bandung dan Jakarta.